Sumber Kesaksian: Shianne Tugiman
Waktu aku masih kecil, berbaur sama dengan teman-teman yang bisa mendengar. Aku lihat teman-teman bisa ngomong terlalu cepat. Aku cuma bisa diam, nggak bisa sama mereka....
Orang tua Shianne mengingat masa ketika putrinya masih kecil. Waktu suami istri itu tengah bermain bertiga dengan putri mereka. Saat itu ada hujan deras yang diiringi halilintar yang begitu besar. Pintu depan tiba-tiba tertutup karena angin yang membuat suami istri itu begitu kaget dibuatnya. Tapi Shianne tidak kaget sama sekali. Ia diam saja. Dari situ mereka mulai curiga...
Dokter mengatakan bahwa Shianne tidak bisa diobati sehingga akhirnya iapun disekolahkan di SLB B Pangudi Luhur. Disana, ia dan anak-anak tuna rungu lainnya diajarkan untk berkomunikasi dengan membaca gerakan bibir. Prestasi Shianne sama sekali tidak mengecewakan. Beberapa prestasi pernah ia capai, antara lain dalam bidang olahraga. Kepala Sekolah, Bapak Anton M. Fic ikut mengkonfirmasi bahwa Shianne adalah seorang pemain basket yang tangguh, dan seorang juara lari nasional dan tingkat DKI.
Aku ingin mencari pengalaman atau wawasan lebih luas lagi, ke sekolah umum. Soalnya kalau sekolah SLB B, bisa cuma itu saja, tidak bisa berkembang karena bergaul sama teman-teman tuna rungu. Kalau sekolah umum, bisa bergaul sama semuanya.
Hal itu terwujud bagi Shianne. Namun saat ia baru masuk SLTP di sekolah umum, Shianne tidak hanya harus belajar mengatasi hambatan saat harus menerima pelajaran, tapi juga hambatan dalam pergaulan.
Saat aku berkumpul sama teman-teman yang bisa mendengar, mereka sangat sering melupakan aku, meninggalkan aku. Mereka ngomong terus, bercanda. Aku tidak mengerti apa yang mereka omong. Aku diam saja, sedih. Aku bertanya sama Tuhan, kenapa aku dilahirkan tuna rungu? Yang lain bisa mendengar.....kenapa terjadi kepada aku, bukan sama orang lain? Kenapa harus aku? Aku iri sama teman-teman, bisa bermain, bisa ngobrol.
Demi kepentingan anaknya, ibunda Shianne meminta putrinya untuk tidak perlu kuliah. Karena banyak sarjana yang menganggur. Apalagi seorang anak tuna rungu yang cacat. Ibunya menyarankan untuk ikut kursus biasa saja. Tapi Shianne berpikiran lain.
Aku tidak berminat, karena aku tidak mau disamakan kebanyakan teman-teman tuna rungu, kursus. Pokoknya aku ingin sama seperti teman-teman yang bisa mendengar, bisa kuliah. Aku ingin membuktikan diri apakah aku bisa seperti mereka. Aku pernah baca Alkitab, ada mujizat. Mungkin bisa terjadi kepada aku tapi tidak tahu kapan waktunya. Tapi aku menunggu jawaban dari Tuhan, sampai kapan aku mendengar.
Saat ini, dengan bakat dan tekad yang ada padanya, Shianne kuliah di Jurusan Design Interior di salah satu universitas swasta di Jakarta. Walaupun masih harus beradaptasi, namun berkat usahanya, serta dukungan keluarga dan teman-temannya, Shianne dapat mencapai prestasi yang cukup tinggi.
Terimakasih Tuhan sudah memberi jalan yang benar saya dan beberapa rencana yang tidak terduga. Terimakasih Tuhan sudah memberi orang tua yang baik, sayang sama aku. Dan teman-teman yang mau berteman sama saya.
Ketahuilah, demikian hikmat untuk jiwamu: Jika engkau mendapatnya, maka ada masa depan, dan harapanmu tidak akan hilang Amsal 24:14